Web kito urak Tanah Ulu

Powered by Blogger.

Blogger news

Slider Top

[5] [recent] [slider-top-big] [Slider Top]
You are here: Home / , , Sejarah Singkat Tanah Ulu (Sebuah Hipotesa)

Sejarah Singkat Tanah Ulu (Sebuah Hipotesa)

| 3 Comments
Oleh: Khaidir Syafrie Nasution*


Tak ada bukti tertulis tentang asal usul orang Tanah Ulu. Literatur yang memuat tentang keberadaan suku yang sekarang mendiami Kecamatan Muarasipongi, Mandailing Natal ini juga sangat terbatas. Sebuah buku yang ditulis oleh Supriati, MC, Zuraida Tanjung, dan Sutan Harahap dan diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 1998 dengan judul Kehidupan Masyarakat di Daerah Perbatasan, walau mengupas tentang orang Tanah Ulu tetapi tidak komprehensif. Lebih kepada kondisi sosial masyarakat perbatasan.
Satu-satunya informasi tentang asal usul atau sejarah Tanah Ulu adalah bersumber dari cerita lisan yang dituturkan oleh orang-orang tua. Sebuah buku sejarah Tanah Ulu yang ditulis oleh Datuk Rimambak pada awal tahun 1970-an juga bersumber dari cerita-cerita lisan ini. Naskah lisan ini kemudian menjadi sumber satu-satunya yang menjadi acuan bagi generasi muda Tanah Ulu untuk mengetahui tentang sejarah suku dan para leluhurnya. Apa boleh buat…!
Demikian pula peninggalan sejarah berupa artefak atau benda-benda purbakala juga tidak ada. Rumah Gedag (rumah adat), walau pernah ada, tetapi sekarang sudah tidak bisa dijumpai lagi. Jika pun ada sudah seperti benda duplikat, sudah mengalami modifikasi sesuai kemajuan jaman. Praktis, sejarah Tanah Ulu merupakan sebuah lorong gelap, di mana kita hanya dapat meraba-raba tanpa bisa memastikan alurnya.
Sebuah Hipotesa
Berkembang cerita bahwa suku Tanah Ulu berasal dari daerah Jambi. Konon, konflik di Kerajaan Melayu membuat sebagian warganya, termasuk nenek moyang orang Tanah Ulu, hengkang meninggalkan kampung halamannya mencari daerah baru untuk bermukim. Dipimpin oleh enam orang tetua adat, atau disebut Besa Borenum, para pengungsi ini kemudian menjelajahi belantara Sumatera menuju arah Utara melewati Riau, dan akhir mendarat di kawasan Tanah Ulu yang kita kenal sekarang ini. Menurut kisah yang dikutip Adhop Lubis dalam blognya, nenek moyang kita memerlukan waktu 100 tahun untuk mencapai kawasan yang mereka beri nama Tanah Ulu itu.
Namun di samping cerita di atas, ada sebuah hipotesa menarik tentang sejarah asal-usul orang Tanah Ulu ini. Walau tidak secara spesifik mengacu kepada orang Tanah Ulu, dalam bukunya yang berjudul, Tuanku Rao, Onggang Parlindungan Siregar menulis, bahwa pada sekitar abad 6 M, ketika migrasi besar-besaran marga Lubis dari kawasan Toba ke Mandailing, di daerah Batang Toru dan Batang Natal, mereka sempat “menghalau” suatu kelompok suku proto Melayu. Kelompok ini yang ia beri nama suku Lubu kemudian melarikan diri dan bersembunyi di pegunungan di sekitar Muarasipongi.Tulisan Onggang Parlindungan Siregar ini cukup menarik. Walaupun tidak didukung bukti-bukti yang valid, paling tidak, dapat memantik imajinasi untuk melihat sisi lain sejarah asal usul orang Tanah Ulu di luar yang selama ini berkembang.
Bertitik tolak dari tulisan Onggang Parlindungan, bisa kita tarik suatu hipotesa bahwa bisa saja yang dihalau migrasi kelompok marga Lubis itu adalah suku Tanah Ulu. Ini bisa disimpulkan dari pelarian mereka yang berakhir di pegunungan di sekitar Muarasipongi. Dan jangan salah, kampung-kampung tempat pemukiman orang Tanah Ulu awalnya juga didirikan di pegunungan. Kalau dicermati lebih jauh, proses pelarian orang-orang Lubu ini (meminjam istilah Onggang Parlindungan), pun mengikuti alur sungai menuju hulu, sebagaimana kebiasaan yang dilakukan oleh suku-suku tradisional di masa lalu. Dalam hal ini Sungai Batang Gadis adalah sungai yang menjadi patokan arah pelarian mereka dari arah Batang Natal menuju hulu. Namun tak semau mereka sampai di Muarasipongi, sebagian dari “pelarian” ini bahkan mendarat di Panyabungan dan menjadi orang Siladang. Dan satu hal lagi, kita tak pernah mengenal adanya suku Lubu di Muarasipongi, jadi jangan-jangan yang dimaksud Onggang Parlindungan dengan Suku Lubu itu adalah Suku Tanah Ulu ?
Jadi, sesuai hipotesa ini, bisa pula disimpulkan (walau sementara) bahwa, orang Tanah Ulu berasal dari pegunungan di sekitar Batang Natal dan sudah berhubungan dengan penduduk pantai. Memang tak ada bukti konkret untuk mendukung hipotesa ini, namun terdapat beberapa istilah dalam tradisi lama orang Tanah Ulu yang bisa dikaitkan dengan daerah Batang Natal atau daerah yang dekat dengan pantai. Pertama; Gunung Sidoa-doa (ditebakke ontu kutu ko gunung Sidoa-doa. Tor Sidoar-doar terdapat di Batang Natal); Kedua; Bajou, ebuk panjak pere bajou (suku Bajau adalah suku laut yang terdapat hampir di seluruh pesisir nusantara dan suka berambut panjang), Ketiga; Turut engko nak turut, bapakm pulak de bolaie ( bolaie=berlayar). Istilah-istilah di atas tentu hanya bisa diketahui oleh orang yang kesehariannya pernah dekat dengan objek yang bersangkutan.
Menurut blog Proto Malayan, Suku Tanah Ulu merupakan bagian dari kelompok suku Melayu Tua yang sudah sejak abad 2 mendarat di Pulau Sumatera. Di antara kelompok suku ini terdapat suku-suku sepert,i Ogan, Nias, Rao, Batak, Dairi, dan beberapa suku bangsa di Taiwan dan Filipina. Namun, dalam artikel yang dimuat blog Proto Malayan, yang mereka maksudkan dengan Suku Ulu, hanyalah penduduk yang mendiami Desa Sibinai dan Tomiang Mudo, Kecamatan Muarasipongi. Dalam blog ini juga dinyatakan bahwa tiga kelompok suku (marga) orang Tanah Ulu, masing-masing, Pungkik, Mondoilig, dan Kandag Kepuh adalah suku tersendiri, tidak menjadi bagian dari Suku Tanah Ulu.
Satu informasi yang juga cukup menarik adalah ternyata di kalangan masyarakat Rao juga dikenal tiga kelompok suku Pungkik, Mondoilig, dan Kandag Kepuh. Namun, berbeda dengan status yang dikenal di Tanah Ulu, di daerah Rao ketiga kelompok suku tadi masing-masing merupakan bentuk kasta. Kandang Kapuoh (Kandag Kepuh) merupakan kasta ksatria, Mandailing (Mondoilig) kasta Waisya, dan Pungkut (Pungkik) kasta sudra. Menurut para orang tua di sana, sebagaimana dikutip salah satu situs, pengkastaan ini merupakan pengaruh Hindu yang pernah eksis di wilayah Rao, Pasaman di masa lalu. Sebagian kalangan di Rao bahkan berpendapat bahwa orang Mandailing berasal dari Rao, yakni keturunan kasta Mandailing Rao yang bermigrasi ke Utara.
Prolog
Karena tidak didukung bukti-bukti konkret, sejarah tentang asal-usul orang Tanah Ulu memang tak akan pernah tuntas. Walau begitu, bukan berarti kita harus menafikannya. Sedikit informasi akan sangat berarti. Ibarat menyusun sebuah puzzle dari berbagai kepingan gambar yang berserak dan tidak utuh, begitulah sejarah tentang orang kita.
Sejarah masa lalu memang penting, tetapi membuat sejarah di masa sekarang untuk masa depan jauh lebih penting. Karena itu, kita tak bisa menarik sebuah garis putus atas sebuah kisah sejarah Tanah Ulu yang sudah diupayakan oleh beberapa penulis, termasuk orang-orang tua kita terdahulu. Kedepan kita harus banyak belajar dan mencari informasi perihal sejarah bangsa Tanah Ulu yang memang masih buram.
Tulisan ini bukanlah kebenaran, hanya sekeping puzzle yang ingin dipersembahkan kepada generasi muda Tanah Ulu. Siapa tahu kelak di kemudian hari kepingan-kepingan puzzle yang dikumpulkan akan dapat dirangkai menjadi sebuah sejarah yang valid dan faktual.


*Penulis adalah wartawan, peminat masalah sosial dan budaya berdomisili di Jakarta

Khan_power84@yahoo.co.id