Web kito urak Tanah Ulu

Powered by Blogger.

Blogger news

Slider Top

[5] [recent] [slider-top-big] [Slider Top]
You are here: Home / , , Muarasipongi, Negeri Para Pujangga

Muarasipongi, Negeri Para Pujangga

| No comment
Oleh: Khaidir Mondoilig
Sejarah perjalanan sastra Indonesia tak bisa dilepaskan dari nama Muarasipongi. Kota kecil di Kabupaten Mandailing Natal ini selalu dikaitkan dengan beberapa nama sastrawan besar. Sejarah mencatat empat sastrawan nasional lahir di kota yang berhawa sejuk ini.
Muhammad Kasim Dalimunthe

Yang paling senior di antara para sastrawan Indonesia yang dilahirkan di Muarasipongi adalah Muhammad Kasim Dalimunthe. Sastrawan pelopor Pujangga Baru yang juga seorang guru ini lahir pada 1886. Dalam sejarah sastra Indonesia ia biasa dipanggil dengan nama M. Kasim saja. Ia adalah seorang penulis novel dan cerpen pada zaman Balai Pustaka. Dengan pendidikan sekolah guru, tak heran bila ia kemudian mengabdikan diri menjadi seorang pendidik di Sekolah Rakyat hingga 1935.
Sejak 1922, M.Kasim mulai dikenal sebagai penulis melalui novelnya Moeda Taroena yang diterbitkan Balai Pustaka. Dua tahun kemudian, 1924, ia memenangkan sayembara menulis buku anak-anak yang diselenggarakan oleh Balai Pustaka. Untuk itu ia dianegerahi arloji emas. Hasil karyanya ini kelak diterbitkan dengan judul Pemandangan Dalam Dunia Kanak-Kanak, atau yang lebih populer dengan nama Si Samin. Karya-karyanya yang lain adalah, Bertengkar Berbisik (1929), Bual di Kedai Kopi (1930), dan Teman Doedoek (1936). Kumpulan cerpen Teman Doedoek karya M. Kasim ini dianggap sebagai kumpulan cerita pendek pertama dalam kesusasteraan Indonesia modern.
Sanusi Pane
Sanusi Pane dikenal sebagai salah satu di antara para tokoh sastra Indonesia. Sastrawan yang dikenal sebagai pembaharu kesusasteraan Indonesia ini lahir di Muarasipongi pada 14 November 1905. Sanusi Pane adalah sastrawan yang banyak menyumbangkan perhatian dan karyanya untuk kemajuan sastra Indonesia. Ia adalah abang kandung Armijn Pane, yang juga sastrawan besar Indonesia.
Sanusi Pane bersekolah HIS dan ELS Padangsidimpuan. Kemudian dilanjutkan dengan bersekolah di MULO Padang dan Jakarta hingga selesai pada 1925. Setelah tamat, Sanusi Pane memilih menjadi guru dengan melanjutkan pendidikannya di Kweekschool di Jakarta.
Di samping sebagai guru, Sanusi Pane juga berprofesi sebagai wartawan dengan menjabat Pemimpin Redaksi Majalah Timbul, sebuah media berbahasa Belanda. Semasa hidupnya Sanusi Pane telah menulis berbagai artikel tentang sastra, filsafat dan politik. Pada 1941, ia dipercaya sebagai Pemred Balai Pustaka. Ia meninggal di Jakarta pada 1968.
Di antara karyanya yang terkenal adalah: Pancaran Cinta (1926), Puspa Mega (1927), Kumpulan Sajak (1927), Madah Kelana (1931), Kertajaya (1932), Manusia Baru (1940), Kakawin Arjuna Wiwaha (terjemahan dari bahasa Jawa kuno 1940), dll.
Armijn Pane
Armijn Pane adalah anak ketiga dari delapan bersaudara, dilahirkan di Muarasipongi pada 18 Agustus 1908. Ia mengawali pendidikannya di Hollandsislandse School (HIS) Padangsidimpuan dan Tanjung Balai. Kemudian masuk Europese Lagere School (ELS), sebuah sekolah untuk anak-anak Belanda di Sibolga. Pada 1923, Armijn Pane menjadi seorang mahasiswa STOVIA (sekolah kedokteran) di Batavia.
Ia juga tercatat pernah mengenyam pendidikan bahasa dan sastra di AMS Surakarta pada 1931. Ia juga pernah menjadi guru bahasa dan sejarah di perguruan Taman Siswa di Kediri dan Jakarta. Oleh karena itu ia pun dikenal sebagai salah seorang tokoh Taman Siswa.
Armijn Pane juga dikenal sebagai wartawan. Ia pernah mengelola Majalah Indonesia sejak 1955. Ia pun pernah memimpin Majalah Kebudayaan Timur. Karya puisinya antara lain; Jiwa Berjiwa, sedangkan kumpulan cerpennya; Djinak-Djinak Merpati (1940), dan Kisah Antara Manusia (1953). Atas prestasinya di dunia sastra, Armijn Pane pernah mendapat anugerah seni dari pemerintah RI.
Zainuddin Pangaduan Lubis
Tokoh kita yang satu ini dikenal sebagai sosok yang sederhana. Ia dilahirkan di Muarasipongi pada 1937. Ia juga menyelesaikan pendidikan dasarnya di kota ini. Setelah tamat SMP, Pangaduan Lubis merantau ke Medan, tempat di mana ia melanjutkan pendidikannya ke tingkat SMA. Sejak SMA ia sudah menunjukkan bakatnya sebagai penulis dengan menulis di beberapa surat kabar di kota Medan.
Zainuddin Pangaduan Lubis (ZPL) adalah figur istimewa. Ia tercatat sebagai dosen luar biasa di Fakultas Sastra USU. Ia juga pernah menjadi dosen luar biasa FISIP USU, dan pegawai di RRI stasiun Medan.
Di antara karyanya adalah, naskah drama Si Sarindan, dan Paturun Sibaso. Ia juga pernah menulis skenario sinetron yang ditayang di TVRI Medan dan Jakarta. Buku yang pernah ia tulis antara lain; Cerita Rakyat Sumatera Utara, dan Kisah Asal Usul Marga-Marga di Mandailing.

(disarikan dari berbagai sumber)